Oknum Guru Matematika SMAN 1 Padang Panjang ‘Matikan’ Langkah Anak untuk Remedi
Padang Panjang.Sinyalnews.com, -Pendidikan adalah hal penting dalam kehidupan. Kualitas pendidikan tentu akan mempengaruhi karakter para peserta didik di tenggah masyarakat. Memiliki kualitas pendidikan yang baik pasti menjadi dambaan dan target setiap daerah dan sekolah disinilah pentingnya peranan seorang guru.
Guru ideal merupakan pengganti orang tua yang mampu memberikan pendidikan kognitif, afektif, dan psikomotorik bagi anak didiknya. Sosok yang mampu menciptakan suasana kelas lebih hidup, lebih aktif, dan menyenangkan. Guru ideal tidak akan pernah kehabisan cara untuk mentransfer ilmunya menjadi pembelajaran nyata.
Bahkan seorang Guru yang baik sanggup “menghipnotis” peserta didiknya, dari yang semula murung, sedih, kurang semangat, dan malas, menjadi ceria dan mampu mencapai keinginannya. Sosok guru seperti itulah yang dirindukan oleh peserta didik. Sosok yang paham akan tanggung jawab dan profesinya, serta karakter setiap peserta didiknya, bukan sebaliknya
Lain halnya yang terjadi di SMA Negeri 1 Padang Panjang, sekolah yang dibesar besarkan dimata masyarakat sebagai sekolah favorit , di sekolah ini seorang guru berinisial Yel, diduga membuat anak mati langkah. Dia tak mau memberi kesempatan melakukan remedi bagi anak-anak yang tidak tuntas bidang studi Matematika.
Seorang orangtua siswa bernama Musriadi Musanif mengaku, dia telah berusaha melakukan berbagai pendekatan agar anak diberi kesempatan mengikuti remedi, karena akan berdampak rusaknya nilai anak, dan terancam gagal melanjutkan pendidikan ke lembaga pendidikan favoritnya.
“Anak saya tidak diberi kesempatan untuk mengikuti remedi. Nilai Matematikanya anjlok 77. Padahal sebelumnya nilai Matematika anak itu baik-baik saja. Remedi itu adalah hak anak, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Menurutnya, hanya 77 nilai kasih sayang guru Matematika yang juga merupakan istri dari pembina anaknya di asrama SMAN 1 Padang Panjang tersebut. Ironisnya, nilai KKM Matematika di sekolah itu adalah 80. Jika guru Matematika memberi nilai 77, maka dia menjadi tidak tuntas. Tidak tuntas, katanya, itu artinya adalah merah. “Tidak diberi kesempatan remedi sama artinya mengabaikan hak anak,” ujarnya.
Oknum guru Yel memang ada memberikan soal dan tugas, tapi lembaran soalnya tidak cukup untuk seluruh anak. Mereka disuruh bergantian dan berebutan. Lalu lembar soal itu dibawa pulang oleh anak lainnya. Akibatnya, anak yang tinggal di asrama tidak bisa mendapatkannya. Anak juga disuruh meminjam catatan teman, sementara sang anak hanya sendirian di asrama pada prodi IPS itu.
Selain tidak bisa keluar asrama, dia juga tak dapat menghubungi temannya untuk mendapatkan soal, karena anak asrama tidak boleh menggunakan telepon berbasis android.
Kepala SMAN 1 Padang Panjang Budi Hermawan yang dikonfirmasi berjanji akan memfasilitasi pada Selasa (24/1) ini, karena Senin (23/1) cuti bersama. Namun hingga sore, fasilitasi untuk mendapatkan hak remedi itu tidak terjadi.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dr. Jasra Putra, M.Pd yang dimintai pendapat terkait hal itu menyebut, seharusnya anak diberikan kesempatan kedua untuk menuntaskan pembelajarannya lewat mekanisme remedi.
“Anak harus diberi kesempatan kedua dengan mengikuti remedi. Dalam pembelajaran merdeka menjadikan anak sebagai pusat pembelajaran, sehingga tak terjadi pelanggaran hak anak,” tegasnya.(Ph))