Padang, Sinyalnews.com,– Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sumatra Barat menyatakan terhitung tahun 2023 ini ada tiga pabrik karet di Sumbar tutup. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov Sumatera Barat Novrial mengatakan penyebab tutupnya pabrik karet tersebut akibat berkurangnya suplai. “Mereka menyatakan jika suplai sedikit, sementara pabrik tetap beroperasi, yang ditimbulkan membuat perusahaan merugi. Biaya produksi tidak mengimbangi biaya operasional,” katanya ketika dihubungi Sinyalnews.com, di Padang, Kamis (13/4/2023).
Dia menjelaskan proses penutupan pabrik sudah dimulai Desember 2022, soal hak pekerja telah diselesaikan. Begitupun soal surat pernyataan penutupan pabrik juga telah disampaikan ke Disperindag. “Tiga pabrik karet itu merupakan perusahaan yang besar yakni PT Lembah Karet, PT Batanghari Barisan, dan untuk satu perusahaan lagi saat ini tengah proses pengurusan penutupan,” tegasnya.
Novrial menyampaikan di wilayah Sumbar terdapat 8 perusahaan karet yang beroperasi. Kini dengan telah adanya 3 pabrik tutup, artinya tersisa 5 perusahaan karet yang ada di Sumbar. Namun untuk 5 perusahaan karet yang tersisa itu, bukanlah dalam bentuk pabrik, melainkan sebagai perusahaan penyuplai karet.
Diperkirakan dampak dari tutupnya 3 pabrik karet itu, turut mempengaruhi 5 perusahaan karet yang ada saat ini. “Lima perusahaan yang ada saat ini, tergolong perusahaan yang kecil-kecil, mereka menyuplai karet perannya. Bukan seperti 3 pabrik yang tutup ini, selain menerima karet, mulai melakukan pengeringan karet terlebih, sebelum benar-benar diekspor,” jelasnya.
Dikatakannya untuk 3 perusahaan karet yang menyatakan tutup itu, terbilang sudah cukup lama beroperasi di Sumbar yakni dari tahun 1980-an, serta ada yang tahun 1990-an. Dengan adanya kondisi yang seperti ini, Novrial menegaskan, saat ini Pemprov Sumbar bersama sejumlah pihak tengah mencari solusi agar dampak dari angkat kakinya 3 perusahaan karet itu, tidak dirasakan buruk bagi perkebunan karet di Sumbar.
Lebih lanjut Novrial menyatakan tidak dipungkiri kalau memang perkebunan karet di Sumbar tengah dilema. “Bahkan ada petani yang melakukan alih fungsi lahan dari perkebunan karet dan diganti komoditas pertanian lainnya. Memang itu yang terjadi saat ini,” kata Novrial. Penyebab utama terjadinya masalah itu, karena harga karet terlihat sulit membaik dari tahun ke tahun. Sementara untuk proses panen terbilang butuh waktu dan tenaga. Saat ini harga karet di Sumbar masih di bawah Rp10.000 per kilogram. Nilai itu dinilai petani tidak sebanding dengan proses panen yang dilakukan.
“Dalam pekan lalu dan saat ini harga karet di Sumbar di tingkat petani Rp7.000 per kilogram dan ditingkat pedagang Rp10.000 per kilogram,” jelasnya. Sementara dengan harga ditingkat petani Rp7.000 per kilogram itu, tidak mampu memupuk semangat petani untuk tetap bertahan memanen karetnya.
Dikatakannya sesuai dengan Perda Komoditas Unggulan itu, hal yang perlu dilakukan yakni tata kelola karet, mutu, dan pemasarannya. Untuk itu, UPH itu, sifatnya akan dikelola Kelompok Tani, sehingga hasil panen bisa tertata dengan baik pula.
(Marlim)