Penegak Hukum dan Pemerintah Sumbar Enggan Ungkap Kasus PT. Bakapindo, Siapakah dibaliknya
AGAM, Sinyalnews.com – Sesuai intruksi Kapolda Sumbar bahwa seluruh jajarannya untuk memberantas praktek tambang ilegal yang ada di wilayah hukum Polda sumbar
Pernyataan itu masih meninggalkan tanda tanya bagi masyarakat, terutama kamang Magek kabupaten Agam, pasalnya semenjak ada laporan yang masyarakat tentang adanya tambang ilegal di wilayah kecamatan yang telah dilaporkan semenjak 10 Desember 2021 sesuai dengan SP2Hp Nomor: SP2HP/0I/RES.5.5/2022/Ditreskrimsus Polda Sumbar, Sampai saat ini masih belum ada upaya kepolisian maupun Pemerintah Provinsi Sumbar dan Pemerintah Kabupaten Agam serta Aparat Polresta Bukittinggi untuk menindak lanjuti keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebut
Penambangan ilegal yang dilakukan PT Bakapindo dengan melibatkan masyarakat untuk melakukan penambangan batu kapur galian c, atas nama PT. Bakapindo, di wilayah Jorong Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, seolah tidak tersentuh oleh hukum.
Padahal aparat kepolisian dan pemerintah sudah memiliki bukti-bukti temuan awal, berikut dokumen dan kesaksian dari para pihak atas dugaan peristiwa tindak pidana pertambangan ilegal yang dilakukan PT. Bakapindo.
Hal ini disampaikan secara tegas oleh Penasehat Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bukittinggi, Mardi Wardi SH, pada Minggu, 11 Desember 2022.
Lanjut Mardi, namun setelah dilakukan penyelidikan oleh tim gabungan di lokasi penambangan oleh Dinas ESDM, Dinas LH, Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumbar dan Polresta Bukittinggi ke kantor dan pabrik PT. Bakapindo beberapa waktu lalu, dari hasil peninjauan sampai saat ini masih belum ada keterangan yang jelas dan tegas dari pihak terkait, dan aktivitas pertambangan masih berlanjut sampai saat ini
Padahal secara umum, PETI berpotensi merusak wilayah karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah dampak lingkungan dan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lalulintas.
Hal yang sama ditambahkan oleh Praktisi Hukum Sumbar, Riau dan Jambi, Zulhefrimen SH, bahwa dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia, dan lain-lain.
“Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air tanah,” ungkap Zulhefrimen yang biasa di sapa Bang Ef.
Berikut ini adalah beberapa dugaan pelanggaran tindak pidana UU Minerba, UU PPLH, UU Cipta Kerja, UU Perpajakan, pelanggaran UU dan Peraturan Pemerintah lain yang kemungkinan dilakukan oleh PT. Bakapindo, berdasarkan pantauan Praktisi Hukum Mardi Wardi, SH dan Zulhefrimen, SH, diantaranya;
1. Tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin di Sungai Dareh, Kamang Mudiak, Agam.
2. Tindak pidana menampung hasil tambang batu secara ilegal di Sungai Dareh diluar Izin yang dimiliki.
3. Tindak pidana sebagai pemegang IUP Eksplorasi yang melakukan kegiatan Operasi Produksi.
4. Tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu.
5. Tindak pidana merusak lingkungan yang mengakibatkan kerugian kepada masyarakat sekitar Kamang Mudiak.
6. Pelanggaran PP tentang upah kerja yang tidak standar dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan serta Jaminan Kesehatan terhadap para pekerja tambang harian atau lepas di PT. Bakapindo.
7. Pelanggaran tata ruang lokasi tambang berdasarkan Perda Kabupaten Agam.
8. Tindak pidana penggunaan area lain dan hutan lindung diluar izin yang dimiliki pada tahun 2017.
9. Tindak pidana pemalsuan dan atau penggelapan laporan pajak usaha.
“Jika aparat penegak hukum serius menangani kasus ini, bisa jadi lebih dari ini dugaan tindak pidananya berdasarkan UU dan Peraturan Pemerintah,” ungkap Penasehat Hukum PWI Kota Bukittinggi.
Tambahnya, dugaan tindak pidana dan pelanggaran peraturan itu ada, setelah kami (Tim Jurnalis) pantau berdasarkan data, fakta dan peristiwa. Artinya ada banyak dugaan pelanggaran yang sebenarnya aparat berwenang bisa menindak secara administratif, teknis dan pidana dengan tepat dan cepat.
Apalagi sebelum tim gabungan turun, berdasarkan keterangan Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumbar, Herry Martinus pada tanggal 1 Desember 2022, pernah menyampaikan kepada Tim Jurnalis bahwa PT. Bakapindo tidak melakukan Operasi Produksi.
“Setau kita PT. Bakapindo tidak ada menambang, kabar ijinnya masih eksplorasi dan sudah dipanggil dan mereka sudah menyampaikan laporan tertulis tentang hal tersebut. Kalau ada yang menambang di sekitarnya mungkin itu masyarakat,” ujar Kadis ESDM Provinsi Sumbar melalui aplikasi Whatsapp, pada tanggal 1 Desember 2022.
Sementara itu, Mardi heran, kalau seperti ini bahasa seorang Kepala Dinas ESDM Sumbar, patut diduga telah menerima laporan, keterangan atau kesaksian palsu dari PT. Bakapindo. Atau patut diduga juga ada upaya melindungi aktivitas perusahaan agar mereka (Dinas ESDM Sumbar) tidak dapat disalahkan karena kurangnya pengawasan atau memang ada ‘permainan’ antar para pihak agar laporan administratif dan teknis termasuk laporan pajak usaha tetap bagus.
“Permasalahan ini, harus diungkap harus dengan tuntas, siapa yang bermain atau mempermainkan peraturan ini. Terbukti sewaktu sidak mereka (PT. Bakapindo) melakukan Operasi Produksi dengan adanya bukti sisa sejumlah karung hasil produksi dolomit siap edar. Lalu diperparah lagi pada sidak, ada pernyataan dari pegawai Bakapindo bilang bahwa ini hasil produksi CV. Bukit Raya bukan PT. Bakapindo. Seharusnya pihak kePolisian membuktikan kalau mereka memang tidak ada pelanggaran, dan menyampaikannya keterangan pers,” tanya Bang Ef?
Sebagai informasi tambahan sebelumnya, PT. Bakapindo juga telah memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) seluas 51,9 Hektar yang terbit otomatis dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal RI, pada bulan Januari 2022. Namun pada bulan Oktober 2022, Pemkab Agam meminta dibatalkan karena tidak sesuai ketentuan pada Pasal 181 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Dasar pembatalannya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Agam No 7 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Agam Tahun 2021-2041, terkait diantaranya;
a. Peta pola ruang maka lokasi berada pada kawasan Hortikultura, Permukiman Perdesaan dan Kawasan Tanaman yang terdapat Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) diatasnya.
b. Pasal 59 ayat (2) Penggenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan hasil penilaian pelaksanaan ketentuan KKPR.
PT. Bakapindo-pun sudah memiliki IUP Nomor: 1551/I/IUP/PMDN/2021 yang dikeluarkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Tentang Persetujuan Pemberian Izin Usaha Pertambangan Untuk Komoditas Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, seluas 51,9 Hektar.
“Izin terakhir dari Kementerian ini kami nilai juga sangat aneh, izin dari Pemerintah Pusat terbit tapi Pemerintah Daerah minta dibatalkan dengan alasan-alasan tersebut,” Mardi heran?
“Artinya apa, izin eksplorasi yang dimiliki dengan luas 9,6 Hektar saja bermasalah kemudian malah mendapat izin dari pusat seluas 51,9 Hektar. Akhirnya kami berpikir, siapa dibalik perusahaan ini dan sehebat apa PT. Bakapindo, sehingga enggan buktikan dugaan tindak pidananya, seolah ada pihak yang ‘kuat’ dibelakangnya dimata aparat kepolisian dan pemerintah provinsi sumbar. Karena begitu mudahnya mendapatkan izin usaha pertambangan tanpa ada pertimbangannya yang cermat,” pungkasnya. (Hendra)