Padang-SINYALNEWS – Data tahun 2024, Sumbar merupakan salah satu penghasil sawit terbesar di Indonesia, dengan jumlah produksi sekitar 699,39 ribu ton. Ekspor CPO Sumbar mendominasi sekitar 79,65 persen dari total ekspor secara nasional.
Dari 19 kota/kabupaten di Sumbar, hanya sebagian kecil saja wilayah Sumbar yang bukan merupakan daerah perkebunan sawit, seperti Bukittingi, Padang Panjang, Payukumbuh, dan Mentawai. Itulah yang membuat Sumbar menjadi daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia.
Oleh sebab itu, Pemprov Sumbar mengapresiasi kegiatan seminar tentang Kebijakan Luar Negeri dan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan Kemenlu RI di Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Sumbar secara hybrid, Rabu (23/4/2025) dengan tema “Membangun Diplomasi Sawit Indonesia yang Berdampak terhadap Peningkatan Fiskal Daerah”.
“Kegiatan sangat positif. Kita bisa memahami pentingnya hilirisasi dan ekspor komoditas unggulan daerah. Yang disampaikan para narasumber sejalan dengan yang kita inginkan,” ucap Gubernur Sumbar Mahyeldi usai mengikuti seminar.
Dikatakan, dari begitu banyak produksi sawit, pabrik pengolahan kelapa sawit baru ada 38 unit yang tersebar pada beberapa kabupaten/kota. Di antaranya, 14 unit di Pasaman Barat, 7 unit di Dharmasraya, 5 unit di Solok Selatan, 4 unit di Pesisir Selatan, 4 unit di Agam, dan 4 unit di Sijunjung.
“Jumlah itu masih kurang dan perlu ditambah, agar ke depannya hilirisasi bisa menjadi lebih optimal. Bahkan jika memungkinkan hilirisasi harus mulai kita lakukan sampai ke tingkat produk jadi,” kata Mahyeldi.
Sementara Fungsional Diplomat Ahli Madya Pusat Strategi Kebijakan Multilateral BSKLN – Kementerian Luar Negeri, Drs. Freddy M. Panggabean, M.A mengatakan, upaya menuju optimalisasi hilirisasi dan ekspor komoditas tentu tidak mudah, terlebih di tengah eskalasi perang dagang dan tren retaliasi dalam ekonomi global. Kendati demikian, tidak mudah bukan berarti tidak mungkin.
“Namun tidak ada yang tidak mungkin, jika seluruh kekuatan bisa bersinergi itulah tujuan dari diskusi ini,” ujar Freddy M. Panggabean.
Menurutnya, selama 5 tahun terakhir, devisa dari ekspor minyak sawit berkisar antara US$ 22 M hingga US$ 39,07 M. Meskipun tren ekspor sawit tetap positif, namun produksi minyak sawit relatif stagnan sekitar 51,2 – 54,8 juta ton. Penurunan ekspor sawit perlu diantisipasi di tengah situasi global yang terus memanas.
“Selain meningkatkan pendapatan daerah, potensi sawit Sumbar diharapkan juga dapat berkontribusi menjaga rantai pasok dan hilirisasi sawit nasional,” harapnya.
Informasi mengenai potensi Sumbar saat ini, dikatakannya, sangat dibutuhkan Kemlu dan Perwakilan RI di Luar Negeri. Sebab, itulah yang nanti akan dipresentasikan, dipromosikan pihak Kemenlu kepada mitra luar negeri.
“Kita berharap, pemerintah daerah dapat segera menyiapkan paket regulasi dan sistem yang tegas dan berpihak kepada kemudahan berusaha. Dengan demikian diharapkan minat para pelaku akan semakin meningkat,”pungkasnya.
Tampak sejumlah tokoh nasional menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut, di antaranya Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti; Kepala Kanwil DJPb, Syukriah HG; Direktur Kerjasama Intra Kawasan dan Antar Kawasan Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri.
Juga ada Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana-BPDP, Kabul Wijayanto; Ketua Jurusan Hubungan Internasional Unand, Apriwan; Direktur Perdagangan, Perindustrian, Komoditas dan Kekayaan Intelektual Kemenlu, Ditua Agung Nurdianto; Direktur Kerjasama dan Hilirisasi Riset Unand, Eng Muhammad Makky. (adpsb/devi)