Saksi sedang melihat barang bukti berupa berkas dihadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, Rabu (11/1).
Padang, Sinyalnews.com,- Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, kembali menggelar sidang lanjutan terhadap perkara dugaan korupsi dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pesisir Selatan, Rabu (11/1).
Dalam sidang yang diketuai oleh Hakim Ketua Khaliluddin itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan diminta menghadirkan saksi lain berinisial HJ ke persidangan.
“Hakim secara lisan meminta kami untuk menghadirkan saksi lain dalam perkara ini untuk diperiksa dan didengarkan keterangannya di hadapan persidangan,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Padang Muhasnan Mardis usai sidang di Padang, Rabu (11/1).
Ia menjelaskan pada prinsipnya kejaksaan menghormati permintaan dari majelis hakim pengadilan, namun untuk menindak lanjuti pihaknya menunggu perintah secara tertulis.
Hal itu dikarenakan tim JPU Pesisir Selatan mengacu pada ketentuan KUHAP pasal 14 poin J sebagai dasar untuk melaksanakan penetapan hakim.
“Jika memang nanti ada penetapan dari majelis hakim atau pengadilan, maka akan kami tindak lanjuti dengan menghadirkan HJ ke sidang usai pemeriksaan ahli,” jelas mantan Kasubsi Eksekusi Tindak Pidana Khusus Kejari Padang itu.
Permintaan untuk menghadirkan saksi lain ke pengadilan itu menyusul adanya sejumlah fakta yang terungkap di sidang perkara PDAM Tirta Langkisau sejauh ini, dimana nama HJ disebut oleh sejumlah saksi serta dua orang terdakwa.
Pada bagian lain, dalam sidang yang digelar Rabu (11/1) tim JPU Pesisir Selatan menghadirkan saksi ke persidangan.
Mereka diperiksa untuk perkara dugaan korupsi dana PDAM Tirta Langkisau tahun anggaran 2019 dan 2020 yang menyeret dua orang sebagai terdakwa.
Kedua terdakwa adalah Mantan Direktur PDAM berinisial “GY” dan mantan Kepala Bagian Teknis “R” yang berstatus sebagai karyawan tetap di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pesisir Selatan.
Jumlah kerugian keuangan negara yang muncul akibat perkara tersebut mencapai Rp835 juta karena tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.