Padang, Sinyalnews.com – Bencana alam banjir dan longsor diperkirakan masih mengancam melanda Sumbar tahun 2025. Di antara pemicunya adalah alih fungsi lahan yang meningkat akibat pembangunan, seperti pembangunan jembatan layang Sitinjau Lauik dan jalan tol. Selain itu juga disebabkan oleh tambang ilegal galian C jika tak segera ditertibkan.
Jika dirunut ke belakang, sepanjang tahun 2024 terjadi 7 kali bencana alam yang cukup besar dan menimbulkan korban jiwa. Dimulai dengan letusan Marapi pada 3 Desember 2023 yang membuat pemerintah langsung mengambil langkah tegas menutup jalur pendakian. Dilanjutkan terjadi banjir bandang di Pessel yang disinyalir karena alih fungsi lahan serta banjir lahan dingin gunung Marapi menimbulkan korban jiwa.
“Selanjutnya, banjir dan galodo di Lembah Anai yang sudah diprediksi banyak pihak sebelumnya ketika pembangunan Xakapa dan diketahui adanya APL dalam hutan lindung, serta tambang ilegal yang menyebabkan longsor di Sungai Abu,” kata Akademisi dan Pakar Kebencanaan, Prof Nasfrizal Carlo saat Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Akhir Tahun, Refleksi Penanggulangan Bencana Tahun 2024 hingga Ketangguhan Sumbar 2025, Senin (30/12/2024).
Diskusi yang dilaksanakan di Aula UPTD BKOM dan Pelkes Sumbar itu, diawali selamat datang dari Kepala UPTD BKOM dan Pelkes Sumbar, Afando Ekardo. Kemudian dilanjutkan dengan perayaan oleh Dewan Pengarah FPRB, Buya Mas’oed Abidin dan pembukaan diskusi oleh Koordinator FPRB Sumbar, Hidayatul Irwan.
Buya Mas’oed Abidin mengatakan, bencana tidak bisa dihindari, apalagi di Sumbar sangat banyak jenis bencana. Kata orang, Sumbar itu diapit oleh bencana dari berbagai sisi, darat dan laut.
“Untuk itu, kembangkan mitigasi yang cerdas, tidak menunggu bencana terjadi tetapi buatlah pedoman dan panduan bagi masyarakat untuk menghadapi bencana, sehingga semua masyarakat siap menghadapi bencana. Semuanya tentu membutuhkan dukungan anggaran,” katanya.
Tak kurang 80 peserta mengikuti diskusi dengan moderator Abdullah Khusairi. Para peserta merupakan para pegiat kebencanaan dari berbagai organisasi di Sumbar, seperti Kosbema Unand, PMI, MDI, Dompet Dhuafa, UPT YBM PLN, SAR Padang, PKBI, Lanud St Syahrir dan lainnya yang mengikuti diskusi secara hybrid, luring dan dare, serta unsur BPBD Sumbar.
Mencermati potensi bencana itu, Carlo merekomendasikan agar dilakukan perbaikan peta risiko pada kawasan terdampak, melakukan revisi RTRW/RDTR sesuai peta risiko terbaru, evaluasi dan revisi RPJMD, Rencana Penanggulangan Bencana RPB), evaluasi dan revisi dokumen konjigensi, aktifkan KSB, lakukan simulasi kembali ancaman terhadap bencana, periksa ulang semua instrumen peringatan dini serta tertibkan penambangan galian C.
“Kita harus mendorong pemerintah daerah untuk menertibkan penambangan ilegal jika lebih besar kerugiannya bagi lingkungan dan masyarakat,” katanya.
Kalaksa BPBD Sumbar Rudy Rinaldy dalam refleksinya menyampaikan, bencana yang terjadi karena cuaca ekstrem. Akhir-akhir ini, puluhan kali terjadi gempa yang tidak dirasakan oleh manusia, namun dapat dirasakan oleh vegetasi. Hal ini yang menyebabkan bencana banjir dan longsor ketika hujan turun.
Soal gempa Megatrhust, selanjutnya, kapan pun bisa terjadi. Dilihat dari peta kegempaan di sepanjang pulau Sumatera, maka hanya 1 titik pusat gempa yang belum keluar energi, yaitu di Mentawai.
“Untuk mitigasinya, kami sudah menyiapkan EWS, tapi yang ada EWS tsunami, bukan EWS gempa. Kita berharap dapat bantuan EWS gempa. Ini yang sedang kita perjuangkan,” ujar Rudy.
Tahun 2025, ada tambahan 5 unit EWS tsunami. EWS ini akan dipasang di masjid-masjid di sekitar pantai. Hanya saja mengakui anggaran yang tersedia sangat terbatas untuk berbagai kegiatan kebencanaan.
Gambar 1: Ketua FPRB Sumbar, Hidayatul Irwan saat wawancara media.
Karena terbatasnya anggaran itu, ditambah oleh Kabid PK BPBD Sumbar, menunda bekerja ibarat melakukan amalan tetapi tidak dicatat karena dokumen perencanaan setiap kegiatan kebencanaan itu sudah daluarsa dan harus diperbarui. Jika terjadi bencana, maka penanganan tetap berjalan sebagaimana mestinya dilakukan oleh berbagai organisasi pegiat kebencanaan yang menjadi mitra BPBD Sumbar.
Saat diskusi, mengemuka beragam rekomendasi untuk Sumbar tangguh 2025. Menurut Refdiamond, yang juga Sekretaris PMI Sumbar, adalah suatu hal yang mustahil jika berbicara mengatasi bencana tanpa dukungan finansial.
“Fungsi Sekda sebagai Kepala BPBD secara ex officio dan juga sebagai Ketua TAPD, mestinya bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan anggaran bagi penanggulangan bencana,” ujarnya.
Ketua MDI Sumbar, Darfison yang pernah menjadi konsultan Destana BNPB menyebut, dampak bencana sangat dirasakan masyarakat di tingkat bawah. Untuk itu, diupayakan pemberdayaan masyarakat agar mereka tangguh, mereka harus mengetahui potensi bencana juga deteksi dini bencana.
“Untuk kebijakan, bisa intervensi kebijakan dari pemerintah daerah, seperti penggunaan dana desa untuk pelatihan KSB dan lainnya,” katanya.
Namun sayangnya, kata Beny Yansukral, meski menurut aturannya dana desa dapat digunakan untuk kebencanaan tetapi hingga saat ini tidak ada aturan pelaksanaannya. Sehingga tidak banyak yang berani menggunakannya.
(dewi)