Home / ARTIKEL / BERITA / NASIONAL / PENDIDIKAN / POJOK GURU

Wednesday, 1 January 2025 - 22:17 WIB

Hadis sebagai Kompas Moral dalam Dunia Politik Kontemporer

JURNAL,SINYALNEWS.COM – Dalam perspektif Islam, eksistensi manusia di muka bumi tidak terlepas dari dua fungsi utama, yakni sebagai ‘abdullah dan sebagai khalifatullah. Dalam kapasitasnya sebagai khalifatullah, manusia memiliki tugas dan tanggungjawab memakmurkan kehidupannya sebagaimana telah Allah swt. amanatkan kepadanya. Kemakmuran dalam arti terpenuhinya kebutuhan hidup manusia, baik yang sifatnya material maupun spiritual. Untuk menunaikan tugas-tugas kekhalifahan maka Allah swt. menjadikan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki potensi dan kemampuan untuk hidup bermasyarakat serta mewujudkan sebuah negara.
Eksistensi sebuah negara, berikut pemerintahan yang dijalankan, menurut Ibn Abi Rabi’ tidak terlepas dari eksistensi manusia yang tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhan alaminya sendiri tanpa bantuan orang lain, dan oleh karenanya mereka saling memerlukan. Hal ini mendorong mereka saling membantu dan berkumpul serta menetap dalam suatu tempat, yang dari proses inilah kemudian memunculkan sebuah negara atau kota. Senada dengan pendapat ini, al-Farabi menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang memiliki kecenderungan alami dan fitrah untuk bertetangga dan bermasyarakat dalam mewujudkan kesempurnaan hidupnya. Selain itu, fitrah manusia juga ingin memperoleh perlindungan dan damai berdampingan dengan sesamanya. Dalam pandangan al-Farabi tujuan manusia bermasyarakat dan bernegara tidak semata-mata memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi juga untuk menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kebahagian material dan spiritual.
Firman Allah dalam Surah at-Taubah (9) ayat 7 :
كَيْفَ يَكُوْنُ لِلْمُشْرِكِيْنَ عَهْدٌ عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ رَسُوْلِهٖٓ اِلَّا الَّذِيْنَ عَاهَدْتُّمْ عِنْ مَسْجِدِ الْحَرَامِۚ فَمَا اسْتَقَامُوْا لَكُمْ فَاسْتَقِيْمُوْا لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
“Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”

Ayat ini mengandung unsur politik dalam konteks sejarah dan situasi politik pada masa Nabi SAW di Makkah yang pada awalnya menghadapi tantangan dari orang musyrik yang secara aktif berusaha menghalangi dan melawan Islam.
Dalam konteks politik, ayat ini membahas tentang perlunya menjaga dan memelihara perjanjian yang telah dibuat antara kaum muslimin dengan orang-orang musyrik Makkah, bilamana mereka tidak melanggar perjanjian tersebut dan tetap memegang komitmennya, maka umat Islam juga harus mematuhi perjanjian tersebut dan tidak melanggarnya. Ayat ini memberikan legitimasi untuk bertindak secara tegas jika perjanjian dilanggar atau jika umat Islam dihadapkan pada ancaman yang serius dari pihak musuh.
Allah SWT telah memerintahkan Nabi SAW dan kaum mu’min untuk kukuh terhadap perjanjian diantara mereka selama tidak melanggar aturan yang telah disepakati berupa gencatan senjata dan tidak menampakkan permusuhan.

Baca Juga :  Injury Time Masa Jabatan Fadly Amran Lantik 35 Pejabat

Klasifikasi Hadis tentang Etika Politik dan Pemerintahan
Perilaku Aparat dala pemerintahan
Larangan Ambisi terhadap Jabatan
Terdapat dalam hadis nabi Salah satu hadis dimaksud sebagaimana berikut :
Artinya :
“Sesungguhnya kalian akan bersaing (ambisi) untuk mendapatkan kekuasaan, dan sesungguhnya ia akan merasakan penyesalan dan kerugian, maka sungguh baik yang sedang menyusui dan sungguh buruk orang yang telah disapih.” (HR.Imam An nasa’i)

Larangan Meminta Jabatan
“janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu melakukan suatu sumpah, lantas kau lihat selainnya lebih baik, maka lakukanlah yang lebih baik dan bayarlah kafarat sumpahmu.” (HR.Bukhari)

Larangan Korupsi
“Wahai para manusia, barangsiapa yang di antara kalian diserahi jabatan untuk mengurus pekerjaan, kemudian menyembunyikan sebuah jarum atau lebih dari itu dari kami, maka hal itu adalah sebuah pengkhianatan yang akan ia bawa pada Hari Kiamat.” Kemudian seorang laki-laki anshar berkulit hitam berdiri seakan aku pernah melihatnya, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah dariku pekerjaan anda! Beliau bersabda: “Apakah itu?” laki-laki itu menjawab, “Saya mendengar anda mengatakan demikian dan demikian.” Beliau bersabda: “Dan aku katakan: Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk melakukan suatu pekerjaan maka hendaknya ia melakukan yang sedikit dan yang banyak! Lalu apa yang diberikan kepadanya boleh ia mengambilnya, dan apa yang dilarang darinya maka ia tinggalkan.” (HR.Abu daud)

Baca Juga :  Batal Penuhi Kejagung : Menkominfo Johnny G Plate, Kembali di Panggil

Larangan Menerima Hadiah
Rasulullah Saw. Bersabda :
“Tidakkah kamu duduk-duduk saja di rumah ibu atau bapakmu sehingga datang orang yang memberi hadiah kepadamu, jika kamu benar demikian.” Setelah itu beliau berkhutbah, setelah beliau memuji dan menyanjung Allah, beliau sampaikan: “Amma ba’du. Sesungguhnya saya telah mengangkat seseorang dari kalian sebagai pegawai untuk suatu pekerjaan yang Allah bebankan kepadaku, kemudian dia datang seraya berkata, ‘Ini adalah hartamu, sedangkan yang ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku, tidakkah dia duduk-duduk saja di rumah ayah atau ibunya menunggu sampai ada orang yang memberi hadiah kepadanya, jika dia orang yang benar. Demi Allah, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu darinta tanpa hak, kecuali ia akan bertemu Allah Ta’ala pada hari Kiamat dengan membawa (harta tersebut). Dan sungguh saya akan mengenal salah seorang dari kalian saat ia datang menemui Allah dengan membawa unta atau sapi yang melenguh-lenguh, atau kambing yang mengembekembek.” Setelah itu beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih kedua ketiaknya, kemudian beliau mengucapkan: “Ya Allah, telah saya sampaikan. Mataku telah melihatnya dan kedua telingaku telah mendengarnya.” (HR.Muslim).
Dalam hadis dijelaskan bahwa apabila seorang pemimpin telah melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka rakyat berkewajiban untuk menaati berbagai peraturan dan perundang-undangan yang diterbitkan oleh pemerintah. Ketaatan terhadap pemerintah tidak bersifat mutlak, namun ketaatan yang terbatas pada persoalan yang bukan kemaksiatan. Ketaatan rakyat terhadap pemerintah akan menjalin hubungan harmonis dan terbangunnya situasi dan kondisi yang aman dan nyaman dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketaatan rakyat kepada pemerintah, tidak berarti menghilangkan sikapsikap kritisnya. Oleh karenanya rakyat dituntut partisipasinya untuk memberikan kontrol dan pengawasan kepada pemerintah, baik berupa nasehat-nasehat maupun kritik konstruktif, yakni berupa amar ma’ruf nahi munkar. Upaya ini dapat diimplementasikan dan disalurkan dengan memfungsikan secara optimal lembaga-lembaga perwakilan/ permusyawaratan dan atau dalam bentuk penyampaian langsung melalui demonstrasi yang santun dan beradab.

Fitri Fadhila
Nim : 4123055
Prodi : Ilmu Al Qur’an dan Tafsir
Uin Syech M.Jamil Djambek Bukitinggi

(Mela Sabrina)

Share :

Baca Juga

ARTIKEL

LAUNCHING INOVASI BUNGTEKAB”‘DAPUR SEHAT NUTRISI ANAK”

BADAN NEGARA

Peringati Hari Kemerdekaan RI Ke 78, Polresta Cilacap Tanam 1000 Pohon Mangrove “Polri Lestarikan Negeri, Penghijauan Sejak Dini”

BERITA

Siti Azmira Dea Nova Butuh Penanganan Rumah Sakit, Semoga Bapak Gubernur Jawa Barat Ridwan kamil dan Jajarannya Bisa Memberikan Respon Cepat

BERITA

Ketua Dekranasda Sumbar Buka Acara Lomba Busana Muslimah Sumatera Barat

BADAN NEGARA

Provinsi Jawa Barat Kontributor Beras Terbesar ke 3 Tingkat Nasional

BERITA

Menhan Prabowo Dampingi Presiden Jokowi Blusukan di Pasar Grogolan

ARTIKEL

Rico Alviano dari Khatib Sulaiman Menuju Senayan

BERITA

Cegah Kejahatan di Akhir Pekan, Polres Bintan Laksanakan KRYD