ILMU PENGETAHUAN
Tindasan Pena MTC
Sumatera Barat, Sinyalnews.com, Ketika mempelajari unsur – unsur budi dapat disimpulkan menjadi tiga jenis yaitu: Otak yang cerdas, Keyakinan yang teguh dan Kemauan yang keras.
Kecerdasan otak adalah sebagai batang yang melahirkan buah yang lezat rasanya. Buah itu adalah pengetahuan dengan arti kata yang seluasnya, yaitu Pengetahuan yang melengkapi segala segi kehidupan manusia ini. Bagaimana betul kedudukan ilmu pengetahuan ini sehingga tidak ada seorangpun yang membantah bahwa ilmu pengetahuan itu adalah tiang menuju kehidupan manusia yang bahagia. Pernah Rasul menyatakan bahwa “Siapa yang ingin bahagia didunia hendaklah dengan pengetahuan; Siapa yang ingin bahagia diakhirat hendaklah dengan pengetahuan; dan siapa yang ingin kebahagiaan dunia dan akhirat hendaklah dengan pengetahuan juga”. Tegasnya pengetahuan itu adalah pokok yang melahirkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan kata lain bahwa dengan pengetahuan itulah datangnya bahagia diri, bahagia rumah tangga, bahagia masyarakat dan kebahagiaan negara dan bangsa untuk alam dunia yang fana ini ataupun untuk kehidupan akhirat yang kekal.
Tetapi semata – mata kecerdasan otak, banyak ilmu pengetahuan saja. belum dapat menjamin kebahagiaan. Maka timbul soal baru, yaitu bahwa pengetahuan itu adalah pokok kemajuan, tetapi semata – mata pengetahuan saja kebahagiaan belum tentu akan terjamin. Bagaimanakah duduk persoal ini.
Untuk menyelesaikan persoal tersebut, baiklah kita pahami “Manusia dengan Ilmu Pengetahuan” agar jelas mana ilmu pengetahuan yang dijadikan modal kebahagiaan, dan kenapa semata – mata pengetahuan saja belum terjamin kebahagiaan tersebut.
Pengetahuan memang Modal, seorangpun tidak ada yang akan membantah. Tetapi tidaklah semua modal melahirkan buah yang lezat manis, seperti halnya dengan modal jilatang yang berdaun dan berbunga gatal.
Pendidikan budi membagi manusia dalam ilmu pengetahuan ini kepada empat bagian, yaitu:
1. Manusia yang berpengetahuan yang tahu bahwa ia berpengetahuan, dipeliharanya pengetahuannya itu dengan susah payah lebih susah dari menuntut pengetahuan itu sendiri. Itaulah dia manusia yang cerdas.
2. Manusia yang berpengetahuan, tetapi ia sendiri tidak tahu bahwa ia mempunyai pengetahuan. Dituntutnya jenis pengetahuan dengan serba susah, setelah diperdapatnya dilengahkan dan disia – siakannya. Pengetahuannya dikalahkan oleh hawa nafsunya.
3. Manusia yang tidak berpengetahuan cukup yang tahu ia akan dirinya bahwa pengetahuannya masih jauh kurang. Ia tidak tahu dan mengetahui ketidak tahuannya.
4. Manusia yang tidak berpengetahuan tetapi tidak tahu bahwa ia tidak berpengetahuan. Kadang berlagak lebih tahu dari orang yang tahu.
Yang pertama, yaitu yang berpengetahuan dan ia tahu bahwa ia mempunyai pengetahuan, itulah hanya yang diterima dalam pendidikan budi. Pengetahuan yang dimiliki manusia seperti inilah yang menjadi pokok kebahagiaan diri, masyarakat, dunia dan akhirat. Halnya dapat dimengerti dengan cepat, sebab pengetahuan yang diketahui oleh pemiliknya akan hidup terus menerus, sambung bersambung, turun temurun senantiasa melahirkan buah yang lezat manis sepanjang masa. Adapun yang kedua, yaitu manusia yang berpengetahuan, tetapi ia tidak tahu bahwa ia berpengetahuan, sudah barang tentu segala gerak geriknya senantiasa bertentangan dengan pengetahuannya sendiri. Ia ketahui yang baik, tetapi dijauhinya, dan ia ketahui yang buruk, tetapi didekatinya. Untuk dirinya sendiri mungkin dapat dipertanggung jawabkannya, tetapi bagi masyarakat ramai menjadi satu beban yang sangat berat, sebab segala perbuatannya dijadikan contoh dan teladan sebagai seorang berpengetahuan. Bila masyarakat dinasehati supaya jangan berbuat sesuatu yang tercela itu, maka spontan mereka akan berdalih, “jangankan kami sedang engkau yang berpengetahuan tinggi itupun mengerjakannya”. Dari segi inilah jelas bahwa pengetahuan yang seperti yang kedua ini bukanlah pokok kebahagiaan tetapi menjadi sumber kebinasaan masyarakat. Kalau begitu tidak salah pendidikan budi menyatakan bahwa kita tidak perlu kepada manusia yang berpengetahuan tetapi tidak tahu bahwa ia berpengetahuan. Kita memang disuruh hormat kepada orang tua, tetapi bagaimana menghormati orang tua yang tak tahu dituanya.
Adapun yang ketiga, yang berpengetahuan dan tahu bahwa pengetahuannya tidak sempurna sebenarnya sedikit sekali nyata dalam masyarakat padahal inilah sesungguhnya yang terbanyak. Malah dalam pendidikan budi dinasehatkan, walaupun seorang telah mengetahui ilmu pengetahuan yang banyak, ia harus membisikkan kepada rohaninya bahwa yang diketahunya itu hanyalah sedikit sekali. Masih banyak jang belum diketahui dari yang sudah diketahui. Sifat ini ada baiknya dan ada pula buruknya. Baiknya ialah bila dihadapinya sesuatu pekerjaan selaras dengan pengetahuannya yang ada dengan tidak menanti kesempurnaannya lebih padat, dengan pengertian sebelum tali didapat urat terjulai boleh pengikat. Buruknya, kalau ia enggan menghadapi sesuatu sekedar ilmu pengetahuannya yang ada karena menanti kesempurnaan pengetahuan tersebut dari segala seginya. Sebab dengan jalan yang demikian ilmu pengetahuan yang ada tadi tidak akan berbuah, hanya mempertinggi tempat berhayal saja.
Yang akhir sekali yaitu yang keempat, manusia yang tidak berpengetahuan tetapi ia tidak tahu bahwa ia tidak mempunyai ilmu pengetahuan, adalah beban berat singgulung batu. Kadang – kadang ia berlagak lebih tahu dari yang tahu. Dikatakan beban berat singgulung batu, sebab sebelum ia diberi pengetahuan lebih dahulu harus di insyafkan bahwa ia tidak tahu apa. Setelah ia insyaf akan dirinya bahwa ia tidak mengetahui apa barulah diberikan kepadanya ilmu pengetahuan. Jika memberinya pengetahuan adalah berat, maka akan lebih berat lagi menerangkan kepadanya bahwa ia tidak tahu. Adapun lagaknya seperti orang yang tahu itu bukanlah pengetahuan. Bukanlah suluh yang menerangi jalan kebahagiaan, tetapi itu adalah kabut yang menutupi cahaya kebahagian itu.
Judul : Pengetahuan
Penulis : Darman MTC
Sumber. : Budi dalam kehidupan Diri danMasyarakhat
(Dg/24.12 22)