Kelurahan Lolong Belanti Ikut Penilaian IOC-UNESCO Sebagai Komunitas Siaga Tsunami Internasional
Padang, Sinyalnews.com,- Kelurahan Lolong Belanti Kecamatan Padang Utara Kota Padang dinilai sebagai komunitas Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community) oleh IOC-UNESCO.
Dalam penilaian hadir Ardito M. Kodijat – Head of IOTIC Unesco IOC, Suci Dewi Anugrah, S.Si, M.Si Subkoordinator Mitigasi Gempabumi BMKG dan
Dr. Suaidi Ahadi, ST., MT – Kepala Stasiun Geofisika Padang Panjang
Camat Padang Utara Pagara, SSTP, MM dalam sambutannya menyampaikan harapan agar semua stacke holder yang ada untuk dapat menyiapkan apa saja yang di butuhkan agar bisa mengurangi resiko bencana.
“Ada 6 kecamatan di Kota Padang yang bersentuhan langsung dengan pantai, yakni Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kecamatan Lubuk Begalung, Padang Selatan, Padang Barat, Padang Utara dan Koto Tangah” ujar Pagara.
Kecamatan Padang Utara sendiri kata Pagara, ada 7 Kelurahan dengan jumlah penduduk 90 ribu dan bisa mencapai 100 ribu di siang hari. “Sebagai daerah rawan bencana, Kelurahan Lolong Belanti merupakan kelurahan yang paling siap dalam menghadapi bencana, hal ini dibuktikan dengan di nilainya kelurahan Lolong Belanti sebagai masyarakat siaga tsunami oleh IOC-UNESCO pada hari ini” lanjut Pagara.
Sementara tim penilai dari UNESCO Ardito M. Kodijat mengatakan, untuk mencapai predikat sebagai komunitas masyarakat siaga tsunami tersebut, maka harus memenuhi 12 indikator dalam penilaian, diantaranya telah dipetakan dan didesainnya zona bahaya tsunami, jumlah orang berisiko di dalam zona bahaya tsunami dapat terestimasi, sumber-sumber ekonomi, infrastruktur, dan politik teridentifikasi, serta adanya peta evakuasi tsunami yang mudah dipahami.
“Predikat Tsunami Ready Community akan tercapai apabila semua pihak terlibat dengan berkolaborasi dan bersinergi, sehingga 12 indikator yang telah ditetapkan dapat dipenuhi dengan baik,” katanya.
Berikut rincian dari masing-masing indikator masyarakat siaga gempa dan tsunami:
Indikator 1: Memiliki peta rawan bahaya tsunami
Persiapan. Peta bahaya tsunami utamanya adalah peta inundasi/rendaman. Peta bahaya tsunami menjadi dasar dalam pembuatan peta evakuasi tsunami. “Jika masyarakat tidak memiliki peta bahaya tsunami, dapat melibatkan pakar untuk membuat peta tersebut” ucapnya.
2: Memiliki informasi perkiraan jumlah orang yang berada di wilayah bahaya tsunami. Memiliki data jumlah penduduk yang tinggal, memiliki data (jumlah) penduduk yang rawan (penyandang disabilitas, lansia, dan anak-anak), memiliki perkiraan jumlah turis dan pekerja yang tinggal di wilayah tersebut serta memiliki data catatan jumlah penduduk terpapar saat malam dan siang.
3: Memiliki papan informasi publik tentang gempa dan tsunami. Ada papan informasi publik berupa: papan informasi wilayah rawan gempa dan/atau zona bahaya tsunami, rambu evakuasi, rambu titik kumpul, papan informasi berisi edukasi tanggap tsunami serta peta evakuasi tsunami.
Ardito mengungkapkan, papan informasi tersebut harus dipahami masyarakat lokal dan mancanegara, serta jumlah papan disesuaikan dengan luas wilayah rawan gempa dan tsunami.
4: Memiliki inventaris sumberdaya ekonomi, infrastruktur, politik dan sosial untuk pengurangan risiko bahaya tsunami. Data sumber daya dana darurat di tingkat daerah dan nasional, data bangunan publik yang dapat digunakan sebagai sarana evakuasi sementara atau untuk pertemuan dan pelatihan guna peningkatan kapasitas, memiliki rencana operasi kedaruratan. Memiliki data organisasi sosial dan sukarelawan, asosiasi orangtua untuk sekolah di daerah dan data sukarelawan.
5: Memiliki peta evakuasi tsunami
Persiapan. Peta evakuasi tsunami perlu menggambarkan rute evakuasi tsunami dan daerah berkumpul. Peta berbasis peta rawan bahaya tsunami dan sesuai dengan rencana operasi kedaruratan masyarakat. Peta perlu dibuat menggunakan cetakan yang sesuai dan/atau media digital.
6: Memiliki materi edukasi publik dan kesiapsiagaan
Persiapan. Memiliki konten materi edukasi publik dapat berupa tips keselamatan, dan informasi kapan dan bagaimana merespon peringatan (termasuk peringatan dari alam terhadap wilayah dengan ancaman tsunami lokal) dan memiliki media edukasi publik dapat berupa brosur, leaflet, Poster, buku, video yang didistribusikan kepada masyarakat.
7: Sudah terbiasa melakukan kegiatan edukasi publik
dengan melakukan kegiatan edukasi publik perlu dilakukan 3 kali/tahun di tingkat masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendidik masyarakat, dunia usaha, dan pengunjung. Menyampaikan materi mengenai zona bahaya tsunami, rawan tsunami, jalur evakuasi, bagaimana peringatan diterima. Kegiatan dapat merupakan level nasional, internasional ataupun daerah. Kegiatan dapat berupa edukasi dari door to door.
8: Terbiasa latihan evakuasi menghadapi gempa dan tsunami. Latihan dapat berfokus pada bahaya gempa/tsunami atau dapat berupa latihan multi-bahaya yang juga memasukkan bahaya tsunami yang dikombinasikan dengan latihan kebakaran, badai, dan gunung berapi. Latihan dapat berupa table top, Drill, uji komunikasi, dan lainnya serta latihan secara rutin minimal dilaksanakan 2 tahun sekali.
9: Sudah memiliki rencana operasi darurat tsunami.
Sudah memiliki dokumen rencana kedaruratan yang berisi: Identifikasi daerah rawan bencana tsunami, sumber, potensi inundasi, tinggi maksimum, sejarah tsunami terdahulu, dan potensi tsunami di masa datang. Data komunitas, infrastruktur, dan fasilitas kritis rawan terdampak tsunami. SOP Respon Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami. Aktivasi tanggap darurat, posko, dan petugas yang melaksanakan tanggap darurat tersebut. Kontak institusi terkait termasuk Focal Point peringatan Dini tsunami, rencana evakuasi, peta evakuasi tsunami.
10: Memahami manajemen rencana kedaruratan
Persiapan
Untuk persiapan pada indikator ini, Ardito mengatakan, adanya atau memiliki Tim Siaga Bencana Gempa dan Tsunami aktivasi tanggap darurat bila terjadi tsunami.
11 dan 12: Tersedia peralatan penerima dan penyebarluasan info gempa dan peringatan dini tsunami. Pemerintah daerah/masyarakat harus dapat menerima dan menyebarluaskan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dari BMKG atau Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD). Peralatan/saranan penerima informasi dan peringatan dini seperti warning receiver system, radio, telepon, SMS, media sosial, dan sirine.
Sementara Lurah Lolong Belanti Eripon S.Sos mengatakan bahwa penilaian yang dilakukan pada hari ini merupakan memberikan suatu bentuk pengakuan kepada kelurahan Lolong Belanti bahwa Kelurahan Lolong Belanti memang pantas menyandang predikat sebagai komunitas siaga tsunami dari IOC-UNESCO.
“Semoga Kelurahan Lolong Belanti menjadi masyarakat Siaga Tsunami yang diakui secara internasional dan diprakarsai oleh IOC-UNESCO” tutur Eripon.
(Marlim)