Kakan Kemenag Kota Padang : Apresiasi Tausiyah Ustadz Dr. Syofyan Hadi Dengan Tema Belajar Dari Lebah,Semut Dan Laba-Laba
Padang, Sinyalnews.com — Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Padang, H. Edy Oktafiandi didampingi Kepala Subbag Tata Usaha Zulfahmi, Memberikan Sambutan serta Arahan Kepada Puluhan Peserta Wirid Bulanan yang memadati Aula Lt.2 Kemenag tersebut, pada Senin 6 Februari 2023.
Wirid Bulanan diikuti Segenap Unsur Kepala Seksi/ Penyelenggara , Ketua Pensiunan Kantor Kementerian Agama Kota Padang, Yusra Fauza, Pengawas Madrasah, Kepala Madrasah, Kepala KUA, Penghulu, Penyuluh serta Aparatur Sipil Negara Jft,Jfu dilingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Padang.
Pada momentum Wirid Bulanan tersebut, Kepala Kantor didampingi Penyelenggara Zakat dan Wakaf Rinaldi Putra Menyerahksn Beras Genggam yang diterima langsung oleh Kepala MIN 6 Kota Padang, Desniwati.
Adapun Pelaksana Wirid Bulanan adalah KUA Kecamatan Pauh dan MTsN 5 Kota Padang.
Kegiatan Wirid Bulanan, Menghadirkan Ustadz Dr. Syofyan Hadi dengan Tausyiahnya mengupas Tentang Kepemimpinan yang di Ibaratkan kepada Tga hewan yang Patut dipedomi dalam menjalankan Kehidupan yakninya, Satu Lebah, Dua Semut dan Tiga Laba- Laba.
Dijelaskan Sang Ustads, bahwa Kita bisa Belajar dari tiga Hewan dalam menjalankan kehidupan diantaranya, Satu semut, Dua lebah dan Tiga laba-tiga binatang kecil in nmenjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur’an, yaitu Al-Naml (semut), Al-‘Ankabut (laba-laba), dan Al-Nahl (lebah).
Bila kita amati secara seksama, masing-masing binatang ini memiliki karakter khas yang bisa menjadi kiasan dari kehidupan manusia, Ungkapnya.
Ia melanjutkan, Semut menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Konon katanya binatang kecil ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun. Kelobaannya sedemikian besar sehingga ia berusaha–dan seringkali berhasil–memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya, meskipun sesuatu tersebut tidak berguna baginya.
Semetara itu tempat tinggal laba-laba bukan tempat yang aman, apa pun yang berlindung di sana atau disergapnya akan binasa. Jangankan serangga yang tidak sejenis, jantannya pun setelah selesai berhubungan seks disergapnya untuk dimusnahkan oleh betinanya.
Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan sehingga dapat saling memusnahkan
Lain halnya, Sarang lebah dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan dalam lokasi. Yang dimakannya adalah kembang-kembang yang tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya, lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Lilin digunakan untuk penerang dan madu dalam Al-Qura dijelaskan dapat menjadi obat yang menyembuhkan. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya.
Lebah tidak mengganggu kecuali yang mengganggunya, bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.
Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang. Jelas ada manusia yang “berbudaya semut”, yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi atau harta benda (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya).
Budaya semut adalah “budaya menumpuk” yang disuburkan oleh “budaya mumpung”. Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut.
Pemborosan adalah anak kandung budaya ini yang mendorong hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukup indah untuk dipandang dan bermanfaat untuk digunakan.
Dapat dipastikan bahwa dalam masyarakat kita, banyak sekali semut yang berkeliaran. terang sang ustadz.
Entah berapa banyak jumlah laba-laba yang ada di sekitar kita, yaitu mereka yang tidak lagi butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah “siapa yang akan mereka jadikan mangsa.
Ia menjadi kiasan dari sifat manusia mencelakakan, dan rumah/lembaganya yang menjadi pelindungnya menjerumuskan siapa saja yang terpikat olehnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengibaratkan seorang Mukmin sebagai lebah, sesuatu yang tidak merusak dan tidak pula menyakitkan: Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.
Lebih rinci lagi, lebah setidaknya memiliki dua keistimewaan yang dapat menjadi analogi tentang karakter ideal manusia, jelas sang ustadz Syofyan.
Lebah tak merusak ranting yang ia hinggapi, sekecil apa pun pohon tersebut. Hal ini memberi pelajaran manusia agar menghindari berlaku yang menimbulkan mudarat atau kerugian terhadap orang lain.
Lebah memang datang untuk makan, tapi ia tak ingin merusak untuk kepentingannya pribadinya , Bahkan kerap kali lebah justru berjasa dalam proses penyerbukan sebuah bunga yang ia hinggapi.
Lebah makan sesuatu yang baik-baik, yakni saripati bunga, sehingga yang dikeluarkannya pun baik-baik, yakni madu.
Maka, Manusia dituntut dalam kehidupan yang serba halal. Rezeki yang halal akan membuahkan perilaku yang positif, Simpul Sang Ustadz.
Kepala Kantor mengucapkan Apresiasi setinggi-tingginya atas Pencerahan yang diberikan Ustads semoga kita dapat menpedomani dari tiga jenis Hewan Kecil tersebut dan Semoga bermanfaat dan mendapatkan keberkahan disisi Allah SWT Aamiin.
Diakhir penuturannya, Kepala Kantor juga ucapkan terima kasih Kepada Pelaksana Wirid Kali ini dan Juga kepada Kepala Subbag Tata Usaha, segenap unsur Kepala Seksi/ Penyelenggara, dan Semua Peserta Wirid atas suksesnya Kegiatan Wirid dari Awal hingga Akhir dan Semoga Menjadi Amal Ibadah disisi Allah SWT Aamiin., harap H. Edy Oktafiandi. (HarisTJ)