Ekonomi Dunia 2023
H. Hendri Tanjung, Ph.D
BANTEN, SINYALNEWS.COM,- Ada yang menarik dalam acara seminar nasional yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an (STIQ) Zad, Cianjur, 20 Nopember 2022, persis sehari sebelum gempa yang meluluh lantakkan Cianjur. Seminar ini bertajuk “Solusi Qur’ani dalam Menghadapi Resesi Ekonomi 2023”. Penulis diminta sebagai pembicara pertama. Penulis memberi judul presentasi dalam seminar tersebut “Krisis Ekonomi = A Price of war”.
Perang Rusia dengan Ukraina menimbulkan dampak ekonomi yang luar biasa bagi Eropa. Harga listrik di Jerman naik lebih seribu persen, dari 33,3 Euro/MWh pada 1 januari 2021 menjadi 347,9 Euro/MWh pada 23 september 2022. Kenaikan harga yang luar biasa dalam kurun waktu satu tahun. Bahkan penulis memiliki tetangga yang anaknya kuliah program doktor di Belanda, mengeluhkan bahwa harga listrik di Belanda naiknya berlipat-lipat.
Harga pupuk dunia juga naik. Dari Januari 2010 sd agustus 2022, harga pupuk (Di ammonium Phospate) dunia naik dari 383 USD/metric tone menjadi 749 USD/metric tone (naik hampir seratus persen). Indeks harga makanan (food price index) juga naik dari 99 pada februari 2010 menjadi 135 pada agustus 2022 (naik 35 persen). Indeks harga makanan ini terdiri dari indeks harga daging, susu, sereal, minyak goreng,dan gula. Yang cukup mencengangkan adalah kepercayaan konsumen terhadap ekonomi mendatang. Kepercayaan konsumen Amerika turun dari 101 pada Desemer 2019 menjadi 96 pada agustus 2022. Nilai dibawah 100 menunjukkan sikap pesimis terhadap perkembangan ekonomi mendatang. (Business tendency and consumer opinion surveys, www.OECD.Org ).
Pertumbuhan ekonomi dunia pun diprediksi terkoreksi. Pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Dunia sebelum perang terjadi, diprediksikan sebesar 4,46 persen tahun 2022 dan 3,24 persen tahun 2023. Bandingkan dengan prediksi setelah perang terjadi, sebesar 2,95 persen tahun 2022 dan 2,19 persen tahun 2023. Semua negara-negara yang tergabung dalam G20, mengalami penurunan pertumbuhan GDP kecuali China dan Rusia. Pertumbuhan GDP China naik dari 3,2 persen tahun 2022 menjadi 4,7 persen tahun 2023. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Rusia naik dari -5,5 persen tahun 2022 menjadi -4,5 persen tahun 2023. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang minus di tahun 2022, menjadi lebih sedikit minusnya, meskipun tetap minus. Ini mengindikasikan bahwa perang hanya menyisakan dampak buruk pada ekonomi. Sementara itu, 18 negara lainnya, mengalami pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 rata rata 1,8 persen. Bahkan Jerman diprediksi akan mengalami pertumbuhan GDP minus sebesar -0,7 persen. Untuk negara-negara Eropa (Jerman, Italia, perancis dan Spanyol) diperkirakan hanya mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen. Bandingkan dengan Indonesia yang diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi 4,8 persen di tahun 2023.
Proyeksi inflasi negara-negara G20 tahun 2023, Indonesia (3,9%) menempati posisi inflasi terkecil ke lima, setelah Jepang (2.0%) , China (3,1%) , Saudi Arabia (3,2%), dan United States of America (3,4%). Sementara itu, Inflasi terbesar dialami oleh Argentina (83%) disusul oleh Turki (40,8%). Untuk negara negara yang menggunakan Euro, diprediksi mengalami inflasi 6,2%, dengan perincian Jerman (7,5%), Perancis (5,8%), Italia (4,7%), dan Spanyol (5%). Artinya, ekonomi Indonesia jauh lebih baik daripada Eropa untuk tahun 2023.
Berdasarkan data-data ekonomi diatas, harga energi, harga pupuk, harga bahan pangan, pertumbuhan ekonomi dunia dan inflasi, maka pertanyaan penting untuk kita adalah, apa yang harus dilakukan?
Peran Bank Sentral
Untuk mencegah inflasi, Bank Sentral dapat melakukan kebijakan uang ketat (tight monetary policy). Kebijakan uang ketat adalah kebijakan pemerintah untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Caranya, salah satunya dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sehingga uang dari perbankan akan masuk ke bank sentral. Dengan kebijakan uang ketat ini, maka aggregate demand (AD) akan turun. Turunnya AD akan membuat kurva AD bergeser ke kiri, sehingga dengan aggregate supply (AS) yang sama, maka tingkat harga (price level) akan turun. Kebijakan ini akan menurunkan tingkat inflasi.
Peran Pemerintah
Selain kebijakan moneter yang diambil oleh Bank sentral, pemerintah dapat melakukan kebijakan fiscal untuk mengatasi krisis energi. Hanya saja, kebijakan ini harus tepat waktu dan bersifat sementara. Kebijakan fiscal ini ditujukan untuk melindungi rumahtangga dan perusahaan dari kenaikan harga energi. Salah satu kebijakan fiscal yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian subsidi harga energi buat keperluan rumah tangga. Kebijakan lainnya adalah pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang paling rentan. Disamping kebijakan fiscal, pemerintah juga dapat mempercepat investasi untuk ketahanan dan energi yang berkelanjutan dalam rangka mengatasi krisis energi.
Peran Masyarakat
Disamping bank sentral dan pemerintah, masyarakatpun dapat mengatasi krisis ekonomi 2023 (mengurangi dampak krisis) dengan beberapa cara. Pertama, mengkampanyekan hidup berdampingan dengan damai. Jangankan perang, orang yang berselisih saja, diminta untuk didamaikan. Lihat Qs Al-Hujurat [49] ayat 10, yang artinya: ‘Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat’.
Kedua, hilangkan riba dalam ekonomi. Karena sesungguhnya riba itu tidak akan membuat ekonomi lebih baik. Riba inilah yang membuat inflasi. Riba nasi’ah adalah suku bunga (interest rate). Suku bunga penabung di perbankan ditentukan oleh 3 variabel: inflasi, suku bunga di luar negeri dan suku bunga antar bank. Dari 3 variabel tersebut, ditentukanlah suku bunga penabung. Lalu, suku bunga penabung ini ditambahkan spread, menjadi suku bunga peminjam. Misalnya suku bunga penabung di perbankan 10 persen. Setelah ditambah spread 4 persen, maka suku bunga peminjam sebesar 14 persen. Oleh peminjam, suku bunga 14 persen ini akan dibebankan sebagai biaya, yang Namanya biaya dana (Cost of Fund). Biaya ini akan digeser ke harga, sehingga harganya menjadi lebih mahal. Harga-harga yang mahal akan mendorong inflasi yang tinggi. Inflasi yang tinggi ini akan membuat suku bunga penabung menjadi lebih besar lagi, begitu seterusnya, sehingga sampai pada suatu keadaan, suku bunga sangat besar (krisis ekonomi 1998, mencapai 60 persen). Ketika suku bunga sangat besar, maka pembeli tidak mampu membeli barang, akibatnya barang tidak lalu, sehingga perusahaan bangkrut. Kemudian, perusahaan melakukan PHK besar-besaran. Pengangguran bertambah, pertumbuhan ekonomi minus. Penulis masih ingat, pertumbuhan ekonomi ketika krisis ekonomi 1998 mencapai lembah terdalam sebesar minus 13 persen. Bagaimana menghilangkan riba? Ganti dengan bagi hasil dan jual beli (lihat Qs Al Baqarah [2] ayat 276 dan Ar Rum [30] ayat 39).
Ketiga, melakukan penghematan penggunaan energi. Sikap hemat ini merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam Islam. Hemat merupakan lawan sifat boros. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Isra [17] ayat 29 agar menjauhi sifat boros, yang artinya: ‘Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal’.
Keempat, perbanyak infaq, sedekah dan wakaf untuk membantu mereka yang membutuhkan. Daripada boros dalam konsumsi, lebih baik kelebihan tersebut diinfakkan, disedekahkan atau diwakafkan. “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra,17: 26–27). Wallahu A’lam.
Sumber : Majalah Pejuang/Desember 2022:74
Penulis : H.Hendri Tanjung, pH.D (Wakil Direktur Pascasarjana UIKA Bogor, Anggota Badan Wakaf Indonesia dan Ketua Pengawas Syariah Koperasi BMI)
(By.dg)